SEKILAS INFO
  • 2 tahun yang lalu / Selamat Datang Di Lazismu Kota Pekalongan
  • 4 tahun yang lalu / Tema versi 1.2 telah dirilis, silahkan update temanya langsung dari Dasbor masing-masing
  • 4 tahun yang lalu / Versi baru WP Masjid segera rilis dengan perubahan tampilan yang cukup signifikan
WAKTU :

Filosofi Dibalik Perintah Berderma

Terbit 13 Februari 2014 | Oleh : sugeng | Kategori : Uncategorized

ajaran berderma

FILOSOFI DIBALIK PERINTAH BERDERMA

Oleh : Ahmad Syafii Ma’arif

Islam adalah agama yang punya kepedulian sosial yang sangat tinggi, sekalipun umatnya sering benar-benar menyimpang dari prinsip ini. Dalam kajian saya menemukan bahwa Islam sangat pro orang miskin, tetapi pada waktu yang sama bersikap anti kemiskinan.

Tampaknya kesimpulan yang semacam ini seperti mengandung sebuah paradoks, sebenarnya tidak begitu. Mengapa? Karena dalam Al-Qur’an tidak ada perintah agar orang menerima zakat, infaq dan shodaqoh. Justru yang diperintahkan adalah agar mengeluarkan zakat, infaq dan shodaqoh. Artinya orang miskin haruslah bersifat sementara, mereka tidak boleh dan tidak layak berlama-lama berkubang dalam kemiskinan, kelemahan dan hidup dibawah belas kasihan orang lain.

Oleh sebab itu kemiskinan haruslah dihalau sampai kebatas-batas yang jauh, sehingga manusia meraih kemerdekaan dan martabat sejati sesuai posisinya sebagai khalifah Allah dimuka bumi. Namun sepanjang sejarah umat manusia, kemiskinan adalah sebuah realitas, maka masalah zakat, infaq dan shodaqoh akan tetap relevan untuk dikaji, agar lebih berdaya guna, sebagaimana yang akan kita telusuri lebih jauh.

Al-qur’an tentang zakat, infaq dan shodaqoh

Disampin sholat yang tersebut sebanyak 95 kali dalam al-Quran, sementara zakat, infaq dan shodaqoh masing-masing sebanyak 32,76 dan 14 kali. Kewajiban sholat dan zakat, baik dalam bentuk perintah maupun dalam kalimat afirmatif, pada 26 ayat disebutkan dalam satu tarifan nafas. Shodaqoh dalam makna zakat kita jumpai dalam tiga ayat: 60,103, 104, semuanya dalam surat At-Taubah. Dengan demikian dengan demikian, perintah zakat, infaq dan shodaqoh punya landasan yang ayat dalam al-Qur’an, Belem lagi dalam sunnah nabi yang jumlahnya banyak sekali. Persoalan yang terpampang didepan kita adalah kenyataan bahwa diktum tentang harta yang punya fungsi sosial itu maka kurang sekali dihiraukan oleh Amat Islam sepanjang masa. Maka tidaklah mengherankan ada diantara mereka berpaling kepada marxismo sebagai solusi untuk mempersempit jurang social ekonomi yang menganga. Teori-teori radikal tentang keadilan dan kemiskinan tidak begitu berkembang dikalangan pemikir muslim, padahal al-Qur’an telah menyediakan landasan teologis yang berjibun.

Coba kita ikuti sebentar ayat 103 surat al-taubah yang maknanya adalah: “Ambillah zakat (shodaqoh) dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah [hai Muhammad] untuk mereka. Sesungguhnya do’amu itu memberikan kenyamanan (sakanun) bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar, Maha mengetahui. Perintah “ambillah” (khudz) dalam ayat ini mengisyaratkan pemerintah dapat saja memaksa orang yang sudah wajib zakat untuk mengeluarkan zakatnya, sesuai dengan ketentuan agama.

Dalam tafsir disebutkan bahwa ayat ini sebenarnya berkaitan dengan orang yang yang telah mengakui kesalahan dan dosanya, maka dengan berzakat dosa dan kesalahan itu akan dapat dibersihkan. Bahkan mereka dapat meraih martabat orang-orang ikhlas yang sarat dengan kebajikan (hatta yartafi’u biha ila maratib al-mukhlisin al abrar). Denagn demikian pendosa yang sadar akan kesalahannya, lalu taubat dan mengeluarkan zakat, maka Allah akan mengampuni dosa dan kesalahnnya itu. Ayat 104 lebih menegaskan masalah ini: ‘Alam ya’lamu anna Allah huwa yaqbalu al-taubata ‘an ‘ibadihi wa yakkhudzu al-shodaqoti wa anna Allaha huwa al-tawwabu al-rahim.

Perintah sholat yang bergandengan dengan perintah zakat, a.l. kita kutip : Faaqimu al-sholata waatu al- zakata wa’tashimu billahi huwa maulakum. Ada lagi pesan al-Qur’an tentang sholat dan zakat kepada kelompok yang sudah mapan, kita kutip artinya: “Orang-orang yang telah Kami beri kedudukan dibumi, mereka melaksanakan sholat, membayar zakat, dan menyuruh berbuat baik dan mencegah kemungkaran. Dan kepada Allah-lah kembali segala urusan”.

Tujuan berzakat, berinfaq dan bershadaqah, semata-mata untuk kepentingan yang bersangkutan, bukan untuk Allah, sebab Allah itu Maha Kaya, tidak memerlukan apa pun dari makhluk ciptaannya. Allah sangat tahu bahwa manusia itu egois, oleh sebab itu semua amal yang dikerjakannya semata-mata untuk kepentingan dirinya, baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Ayat tentang infaq dibawah ini menjalaskan pertambahan rezki yang diberikan Allah kepada para dermawan yang artinya : “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya dijalan Allah adalah ibarat sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangki, pada setiap tangki terdapat 100 biji. Allah melipat gandakan bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mala Luas, Maha Mengetahui. Dalam sebuah hadist riwayat muslim dikatakan : Ma min yaumin yushbihu al-‘ibadu fihi illa al-malakani yanzilani, fayaqulu ahaduhuma : allahumma athi munfiqan khalafan, wa yaqulu al-akharu : allahumma athi mumsikan talafan. Talafan artinya kebinasaan. Islam memang mengutuk mereka yang kikir-kedekut, sekan-akan keringat orang lain tidak berperan bagi penambahan kekayaannnya. Banyak contoh, seorang pembantu di rumah orang kaya, misalnya, tidak jarang diberi upah yang tidak seimbang dengan tenaga dan waktu yang ia berikan. Sebagai manusia tak berdaya, hidupnya senantiasa dirundung penderitaan dan ketidakberdayaan ditengah-tengah sebuah keluarga kaya tetapi tuna-kemanusiaan.

Ancaman yang dramatis ditujukan kepada siapa saja yang tidak mau berinfaq dijalan Allah, lagi-lagi kita baca dalam surat al-Taubat, yang artinya : dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak mengeluarkan infaq di jalan Allah, maka beritakanlah kepada mereka akan azab yang pedih. [Yaitu] pada hari yang dipanggang [harta-harta] itu atas neraka jahannam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung dan punggung mereka [seraya dikatakan] kepadamereka : itulah harta bendamu yang kamu timbun untuk dirimu sendiri; lantara itu rasakan [akibat] dari apa yang kamu timbun itu.

Memang ngeri ancama ini, tetapi jangan mengakibatkan kita takut menjadi kaya, sebab kekayaan itu menurut Al-Quran adalah karunia Allah (min fadhli Allah) yang harus kita cari. apabila shalat [jum’at] telah dirampungkan, maka bertebaranklah kamu dimuka bumi, dan carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.

Mengingat Allah disini agar kita tidak lupa daratan, tidak lupa lautan, harta yang dicari sebagai sarana untuk meraih kualitas hidup yang lebih bermakna. Ada dimensi transenden disini dengan prinsip ini, diharapkan seorang beriman tidak akan pernah kehilangan kompas dalam perjalanan hidupnya. Bahagia disini, bahagia disana. Usia manusia sangat terbatas. Mau tidak mau, dunia ini harus kita tinggalkan, lambat atau cepat. Tidak ada kekuatan apapun yang mampu menghalangi tangan Ghaib untuk mencabut nyawa kita, siapapun kita, apapun kita. Tetapi kita sering benar alpa dalam perkaran yang sangat pasti ini.

Perintah zakat, infaq dan shaqah mengisyaratkan agar umat Islam menjadi manusia kaya dalam sebuah ekuilibrium yang proporsional. Kita jangan sampai tenggelam dalam bianglala kehidupan yang penuh pesona. Hidup yang sekali ini tidak boleh gagal. Bertuturlah Iqbal : tanda seorang kafir, ia hilang dalam cakrawala; tanda seorang mu’min, cakrawala hilang dalam dirinya.

PenutupDengan kesediaan mengeluarkan zakat, memberikan infaq dan shadaqah menurut ukurannya, semoga kita tidak akan hilang dalam cakrawala. Harta yang dimiliki semoga akan memudahkan perjalanan kita menuju Allah SWT. Selamat menjalankan ibadah puasa dalam upaya spiritual untuk meraih posisi taqwa. Amin.

 

 

 

SebelumnyaAyat-ayat Infaq SesudahnyaHakikat Kesyirikan

Berita Lainnya

0 Komentar